Seperti mimpi. Ia datang diiringi ribuan burung kertas yang kemudian terbang beriringan ke arahku. Tidak ada mimpi lagi. Tidak ada harapan lagi. Ia tidak menawarkan apapun. Kita berdua sudah cukup sakit, katanya. Maka kita tidak butuh lebih sakit dengan harapan lagi, mari hancur bersama saja. Ada aku. Ada kita. Kita bisa hancur sekarang lalu menjelma jadi ratusan burung-burung kertas, lalu terbang ke lautan lepas.

Berdua.

Lalu suatu hari kita berdua menemukan kalau kita salah. Mau tidak mau, suka tidak suka, harapan tetap tumbuh meski kita tak pernah menyiramnya. Berkembang ia meski layu tak kita rawat. Tak pernah kita pupuk, tak pernah kita sayang, ia tetap tumbuh tak tahu malu. Aku terlalu iba, maka diam-diam kubiarkan ia tumbuh dan membuatku merasa senang. Akarnya merambat, daunnya tambah banyak. Di bawah matahari ia berbunga, sesuatu yang tidak pernah kita sangka-sangka.

Tapi jalan keluar itu tak pernah ada. Peluang itu tidak pernah bersambut. Bunga itu kita harus cabut dengan paksa, keindahannya di bawah sinar matahari sia-sia. Kemudian kita meledak di antara Hiroshima dan Nagasaki, melebur menjadi puing-puing yang menghancurkan diri kita sendiri. Tidak pernah ada jalan keluar--maka aku memaksakan diri membuat realitas lain. Sesuatu yang bukan aku. Sesuatu yang melampaui kita. Dalam realitas itu aku bahagia menciptakan diriku sendiri, tapi kamu tidak.

Aku butuh jadi sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang lebih dari aku. Sesuatu yang lebih dari kamu. Sebab kita yang seperti ini saja tidak pernah cukup. Kukira aku bisa mengontrol kamu, membentuk kamu seperti aku membentuk burung-burung kertas yang kusuka. Tapi aku tidak bisa. Dan kamu menjelma menjadi musuh penghalangku yang semakin besar, semakin tinggi, semakin tidak bisa aku kuasai.

Aku tidak suka memiliki apa yang tidak bisa aku kuasai. Aku menjelma jadi sesuatu yang luar biasa liar, namun sesuatu yang luar biasa liar ini tidak bisa aku kontrol. Ia mengendalikanku. Maka aku memilih melepas burung kertas itu. Kubiarkan ia terbang mencari tempat yang lebih nyaman.
Sebab aku bukan diriku lagi.
Dan kamu tidak akan mencintai aku lagi.